Skip to main content

Berpuasalah Dengan Ihsân

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an: “Dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (TQS. Al-Baqarah [2] : 195). Jadi, dengan ayat ini Allah memerintahkan agar berbuat ihsân (baik). Kemudian perintah itu diikuti pujian terhadap orang-orang yang berbuat ihsân (baik). Pujian Allah terhadap mereka adalah, bahwa Allah mencintainya. Dan Allah mencitai mereka karena perbuatan dan sifat ihsân (baik)nya ini.

Sementara berbuat ihsân (baik) yang diperintahkan oleh Syariah itu ada dua jenis:

Berbuat ihsân (baik) kepada manusia, yakni memberi kelebihan dan bantuan pada mereka.

Dan berbuat ihsân (baik) dalam perbuatan, artinya bahwa berbuat ihsân (baik) itu merupakan sifat tambahan yang diberikan pada perbuatan. Di antaranya adalah apa yang terdapat dalam Hadits Umar bin al-Khaththab ra ketika Jibril datang dan bertanya kepada Rasulullah saw dengan tujuan mengajari kaum Muslim. Jibril berkata: “Beritahu aku tentang ihsân.” Rasulullah bersabda:

الإِحْسَانُ أنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ، فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فإنَّهُ يَرَاكَ.

“Ihsân adalah, kamu menyembah Allah seolah-olah kamu melihat-Nya. Kemudian jika kamu tidak melihat-Nya (karena memang tidak mungkin), maka sesungguhnya Allah pasti melihatmu.” (HR. ).

Meskipun ihsân bukanlah sesuatu yang ketiga bagi Islam dan iman. Namun ia merupakan sifat tambahan atas Islam, dan sifat tambahan atas iman, yang menjadikan pemiliknya disifati dengan ihsân dalam perbuatannya. “Kamu menyembah Allah seolah-olah kamu melihat-Nya“, yakni kamu menyakini bahwa Allah SWT mengawasi setiap perbuatan dari semua perbuatanmu. Ini artinya bahwa perbuatan itu harus ikhlas, sangat ikhlas, bahkan benar-benar ikhlas.

Allah SWT berfirman: “Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun berbuat ihsân (baik).” (TQS. An-Nisa’ [4] : 125).

Kalimat (jumlah) “sedang diapun berbuat ihsân (baik)” adalah jumlah hâliyah, yang menjelaskan keadaan orang menyerahkan dirinya kepada Allah, bahwa ia telah berbuat ihsân (baik) dalam perbuatannya ini, bahkan dalam semua perbuatannya.

Allah SWT adalah Dzat yang memulai berbuat ihsân (baik). Dia-lah yang telah berbuat ihsân (baik) terhadap setiap sesuatu yang diciptakan-Nya. Dia mulai menciptakan manusia dari tanah liat. Dia yang berbuat ihsân (baik) dengen memberikan rezeki kepada hamba-Nya sesuai yang dibutuhkannya. “Dan jikalau Allah melapangkan rezeki kepada hamba-hamba-Nya tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat.” (TQS. Asy-Syûra [42] : 27).

Allah SWT Maha Mengetahui dan Maha Melihat atas hamba dan perbuatan-Nya, sehingga tahu betul apa yang dibutuhkannya. Dan seperti itulah firman Allah SWT: “Dan berbuat baiklah sebagaimana Allah telah berbuat baik.” (TQS. Al-Qashash [28] : 77). Dengan demikian, Allah SWT adalah Dzat yang memulai berbuat ihsân (baik). Dia-lah pemberi nikmat dan pemberi anugerah.

Allah SWT akan membalas perbuatan ihsân (baik) dengan yang baik pula: “Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini mendapat yang baik.” (TQS. An-Nahl [16] : 30). Begitu juga: “Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan.“(TQS. Ar-Rahman [55] : 60).

Mereka yang berbuat ihsân (baik) dalam hidup ini, bagi mereka ada balasan yang lebih baik di akhirat dan tambahannya. Allah SWT berfirman: “Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik dan tambahannya. Dan muka mereka tidak ditutupi debu hitam dan tidak kehinaan. Mereka itulah penghuni surga, mereka kekal di dalamnya.” (TQS. Yunus [10] : 26). Balasan bagi mereka di akhirat adalah surga. Dan muka mereka tidak ditutupi debu hitam dan tidak kehinaan, bahkan mereka kekal di dalam surga.

Sehingga siapa yang lebih utama dari orang yang berpuasa dengan disertai perbuatan ihsân (baik) kepada manusia; memberi mereka kebaikan dan kelebihan apa saja yang dapat diberikan; serta mendahulukan mereka atas dirinya sekalipun dirinya sendiri sangat membutuhkan?

Dan siapa yang lebih utama dari orang yang berpuasa dengan disertai perbuatan ihsân (baik) terhadap semua perbuatannya agar mencapai tingkatan ihsân yang disebutkan dalam hadits Jibril as, yang diriwayatkan oleh Umar bin al-Khaththab ra?

Sumber: hizb-ut-tahrir.info, 10/8/2011.waslm

Comments

Yang Mungkin Anda Suka

Makalah IC Timer 555

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang IC atau intergrated circuit adalah salah satu komponen elektronika aktif yang merupakan gabungan dari ratusan bahkan ribuan komponen elektronika seperti  transistor, resistor, dioda, dan juga kapasitor. Dalam  komponnen ini tersimpan berbagai jenis komponen tersebut dalam bentuk yang lebih compack. Dalam IC komponen – komponen seperti tersebut diintegrasikan menjadi satu kesatuan rangkaian dalam kemasan yang lebih kecil. Mayoritas IC dibuat dengan menggunakan bahan semi konduktor berupa silikon. IC juga memiliki tipe dan fungsi masing- masing pada setiap tipenya, pada makalah ini IC yang akan dibahas adalah IC timer 555 dan penerapanya. B.      Rumusan Masalah 1.       Apa itu pengertian IC timer 555 dan kegunaanya? 2.       Apa fungsi masing – masing kaki pada IC timer 555? 3.       Bagaimana mode pengoperasian IC...

Reflek akhir tahun

Nomor: 173/PU/E/12/09 Jakarta, 15 Desember 2009 M Refleksi Akhir Tahun 2009 HIZBUT TAHRIR INDONESIA Selamatkan Indonesia Dengan Syariah – Menuju Indonesia Lebih Baik Tahun 2009 sebentar lagi akan berakhir. Fajar tahun 2010 segera menyongsong. Banyak peristiwa ekonomi, politik, sosial - budaya dan sebagainya baik di dalam maupun di luar negeri yang telah terjadi di sepanjang tahun ini. Terhadap sejumlah isu terhangat di sepanjang tahun 2009, Hizbut Tahrir Indonesia memberikan catatan sebagai berikut: HASIL PEMILU DAN PEMERINTAHAN BARU Tahun 2009 adalah tahun pemilu. Ada pemilu legislatif dan pemilihan presiden. Hasilnya sudah diketahui. Partai Demokrat memenangi kompetisi dengan memperoleh suara terbanyak, berturut-turut Golkar, PDI-P, PKS, PAN, PPP, PKB, Gerindra dan Hanura. Partai lainnya, meski mendapatkan suara tapi karena tidak mencapai ambang batas parlemen (parlementary treshold) yang ditetapkan yakni 2%, maka mereka tidak memperoleh satu pun kursi di parlemen sehingga me...