Skip to main content

Laporan Praktikum Rangkaian Konstruksi DC

Konstruksi Rangkaian DC

A.    TUJUAN

1.      Menentukan bahan konduktor dan isolator

2.      Menyelidiki Pengaruh Saklar Terhadap Rangkaian Tertutup

3.      Menyelidiki keadaan  lampu yang diserikan dalam rangkaian tertutup

4.      Menyelidiki keadaan  lampu yang diparalelkan dalam rangkaian tertutup

B.     DASAR TEORI

Menurut Young (1999: 268), arus adalah sebarang gerak muatan dari satu daerah ke daerah lainnya. Dalam situasi elektrostatis medan listrik yaitu adalah nol dimanapun di dalam konduktor, dan tidak ada arus. Akan tetapi, tidak berarti bahwa semua muatan di dalam konduktor itu diam. Dalam rangkaian listrik dikenal 3 variabel dasar yaitu kuat arus listrik, hambatan, dan tegangan. Kuat arus listrik ialah muatan netto yang mengalir melalui luas suatu media  per satuan waktu. Secara matematis, kuat arus ialah:


Sedangkan, hambatan merupakan (resistansi) merupakan perbandingan antara tegangan listrik dari suatu komponen elektronik (misalnya resistor) dengan arus listrik yang melewatinya. Secara matematis, hambatan listrik dituliskan:


Menurut Young (2004: 223-231), adapun tegangan merupakan perbedaan potensi listrik antara dua titik dalam rangkaian listrik, dinyatakan dalam satuan volt. Besaran ini mengukur energi potensial sebuah medan listrik untuk menyebabkan aliran listrik dalam sebuah konduktor listrik. Tergantung pada perbedaan potensi listrik satu tegangan listrik dapat dikatakan sebagai ekstra rendah, rendah, tinggi atau ekstra tinggi.

V= I R

Kerapatan arus dalam sebuah konduktor bergantung pada medan listrik dan pada sifat-sifat material itu. Tetapi, untuk beberapa material, khususnya logam, pada sebuah suhu yang diberikan, kerapatan arus hampir berbanding langsung dengan medan listrik, dan rasio besarnya medan listrik dan besarnya kerapatan arus adalah konstan. Hubungan ini dinamakan hukum ohm yang ditemukan oleh fisikawan Jerman George Simon Ohm pada tahun 1826 (Young, 1999: 268).

Menurut Serway (2010: 402), untuk sebuah rangkaian seri yang terdiri atas 3 resistor, arusnya sama besar pada ketiga resistor tersebut karena jumlah muatan yang melewati R1 pasti juga melewati R2 dan R3 dalam selang waktu yang sama. Jika dikaitkan dengan Hukum Ohm maka besar hambatan pengganti susunan seri ialah:

I = IAB = IBC = ICD

VAB = I . RAB

VBC = I . RBC

VCD = I . RCD

Beda potensial antara ujung-ujung AD berlaku:

VAD = VAB + VBC + VCD

I . RS = I . RAB + I . RBC + I . RCD

I . RS = I . R1 + I . R2 + I . R3

RS = R1 + R2 + R3

Dari hubungan diatas menunjukkan bahwa hambatan ekuivalen  dari rangkaian resistor yang dihubungkan seri adalah penjumlahan dari masing-masing resistor dan selalu lebih besar dari pada masing-masing resistornya.

Menurut Serway (2010: 403), Hukum I Kirchoff yang biasa dikenal dengan Hukum percabangan yang menyatakan bahwa jumlah arus yang masuk pada setiap percabangan dalam setiap rangkaian sama dengan jumlah arus yang keluar dari percabangan tersebut. Secara  matematis dapat ditulis:

Imasuk = Ikeluar atau

∑ Imasuk = ∑Ikeluar

Aturan diatas merupakan pernyataan tentang kekekalan muatan listrik. Semua muatan yang memasuki titik tertentu dalam sebuah rangkaian harus harus keluar dari titik tersebut karena muatan tidak dapat bertambah pada sebuah titik

Hasil pengukuran beda potensial pada resistor R1 dan R2 (nilainya berbeda) yang disusun secara seri menunjukkan hasil yang berbeda, namun jika diukur arus yang melewati kedua resistor maka diperoleh  pengukuran yang  sama. Berbeda halnya jika resistor disusun secara parallel, diperoleh hasil pengukuran yang berbeda. Arus yang melalui setiap resistor berbeda, namun pengukuran tegangan pada setiap resistor sama. Fakta ini menunjukkan bahwa jenis susunan resistor menentukan besar nilai variabel tegangan dan kuat arus listrik dalam rangkaian. Pada susunan seri, resistor berfungsi sebagai pembagi tegangan, yang berarti jika tegangan pada setiap resistor dijumlahkan maka jumlahnya sama dengan besarnya tegangan sumber. Sedangkan jika resistor disusun paralel, maka resistor berfungsi sebagai pembagi arus, yang berarti jika kuat arus listrik yang melewati setiap resistor diukur, maka akan memilikinilaiyang sama  denganarus total sebelum titik percabangan (Hukum I Kirchoof) (Herman, 2015: 21).

Hukum 2 Kirchoff dikenal dengan hukum percabangan, karena hukum ini memenuhi kekekalan muatan. Hukum 2 Kirchoff menyatakan bahwa pada setiap rangkaian tertutup, jumlah aljabar dari beda potensial harus sama dengan nol. Hukum kedua ini biasa juga disebut hukum simpal karena pada kenyataannya beda potensial diantara 2 titik dalam suatu rangkaian pada keadaan tunak selalu konstan. Pada keadaan tunak, medan listrik pada setiap titik (di luar sumber ggl) dalam rangkaian terjadi karena menumpuknya muatan pada permukaan resistor, sumber listrik, kawat maupun elemen lain pada rangkaian tersebut. Karena medan listrik merupakan medan konservatif, dengan demikian fungsi potensialnya akan berlaku di setiap titik pada ruang. Pada saat kita bergerak melintasi suatu simpal rangkaian, beda potensial dapat berkurang atau bertambah jika kita melewati resistor atau sumber, namun jika simpal tersebut telah dilewati sepenuhnya dan kita sampai kembali dititik “awal” lintasan, perubahan potensialnya akan sama dengan nol. Hukum ini merupakan adanya bukti hukum konservatif energi (Tippler, 2001: 174 – 175).



C.     ALAT DAN BAHAN

1.      Laptop

2.      Virtual lab rangkaian konstruksi DC

3.      Alat tulis



D.    PROSEDUR KERJA

1.      Menyiapkan alat dan bahan yang akan dipakai di dalam praktikum.

2.      Membuka virtul lab rangkaian konstruksi dc.

3.      Merangkai rangkaian yang terdiri dari lampu, baterai, dan bahan yang akan diuji

4.      Memvariasikan bahan yang diuji sebanyak 5 kali

5.      Memasukkan data hasil percobaan ke dalam tabel 1

6.      Merangkaia rangkaian skalar kemudian mengkondisikan rangkaian dalam keadaan saklar terbuka dan mengamati yang terjadi

7.      Mengkondisikan rangkaian dalam keadaan saklar tertutup mengamati yang terjadi

8.      Mencatat hasil pengamatan di tabel 2

9.      Merangkai rangkaian secara seri dengan menggunakan 3 buah lampu

10.  Dengan menggunakan baterai 9 volt sebagai sumber tegangan kemudian memvariasikan nilai tahanan dari ketiga lampu

11.  Mengukur tegangan dan arus yang mengalir pada tiap lampu

12.  Memperhatikan keadaan tiap lampu kemudian memasukkan data pada tabel 3

13.  Merangkai rangkaian secara parallel dengan menggunakan 3 lampu dengan memvariasikkan besar tahanan di setiap lampu.

14.  Mengukur tegangan dan arus yang mengalir pada tiap lampu dan memperhatikan keadaan tiap lampu kemudian memasukkan hasil pengamatan ke tabel 4



TABEL DATA

1. Menentukan bahan konduktor dan isolator

NO
Bahan
Menyala / Tidak Menyala
1
Uang kertas
Tidak menyala
2
Klip kertas
Menyala
3
Uang logam
Menyala
4
Penghapus
Tidak menyala
5
anjing
Tidak menyala



2. Menyelidiki Pengaruh Saklar Terhadap Rangkaian Tertutup

No
Keadaan Saklar
Keadaan Lampu
1
Terbuka
Tidak menyala
2
Tertutup
menyala



3. Menyelidiki keadaan lampu yang diserikan dalam rangkaian tertutup

No
V
Lampu 1
Lampu 2
Lampu 3
R
V
I
Keadaan
R
V
I
Keadaan
R
V
I
keadaan
1
9
20
1.63
0.08
Sangat redup
50
4.09
0.08
Redup
40
3.27
0.08
redup
2
9
50
2.8
0.06
Sangat redup
40
2.25
0.06
Sangat redup
70
3.9
0.06
redup
3
9
10
1.125
0.11
Sangat redup
50
5.6
0.11
Sangat redup
20
2.25
0.11
redup
4
9
80
3
0.04
Sangat redup
90
3.375
0.04
Sangat redup
70
2.625
0.04
redup
5
9
10
2.25
0.22
redup
20
4.5
0.22
Agak terang
10
2.25
0.22
redup



4. Menyelidik keadaan lampu yang diparalelkan dalam rangkaian tertutup

No
V
Lampu 1
Lampu 2
Lampu 3
R
V
I
Keadaan
R
V
I
keadaan
R
V
I
keadaan
1
9
20
8.9
0.45
redup
20
8.9
0.45
redup
10
8.9
0.90
Agak terang
2
9
40
8.9
0.22
redup
20
8.9
0.45
redup
10
8.9
0.90
Agak terang
3
9
90
8.9
0.10
redup
20
8.9
0.45
Agak terang
70
8.9
0.13
Redup
4
9
30
8.9
0.30
Agak terang
50
8.9
0.18
redup
40
8.9
0.22
Redup
5
9
50
8.9
0.18
redup
70
8.9
0.13
redup
10
8.9
0.90
terang



E.     Pengolahan data
Tabel 3. Rangkaian seri

DATA 1.  V = I X R ,   I =  V/R
 Lampu1, R= 20 ῼ, V = 1.63 V, I = 0.08 A
 V = 0.08 A X 20 ῼ = 1.6 V  I = (1.63 V)/20ῼ = 0.08 A
% KSR =  |((1.6-1.63) V)/1.6V| X 100 %=1.8 % % KSR =  |((0.08-0.08) A)/(0.08 A)| X 100 %=0 %
 Lampu2, R= 50 ῼ, V = 4.09 V, I = 0.08 A
 V = 0.08 A X 50 ῼ = 4 V  I = (4.09 V)/50ῼ = 0.08 A
% KSR =  |(4-4.09)V/(4 V)| X 100 %=2.25 % % KSR =  |((0.08-0.08) A)/(0.08 A)| X 100 %=0 %
 Lampu3, R= 40 ῼ, V = 3.27 V, I = 0.08 A
V = 0.08 A X 40 ῼ = 3.2 V  I = (3.27 V)/40ῼ = 0.08 A
% KSR =  |(3.2-3.27)V/(3.2 V)| X 100 %=2.18 % % KSR =  |((0.08-0.08) A)/(0.08 A)| X 100 %=0 %
DATA 2.  V = I X R ,   I =  V/R
 Lampu1, R= 50 ῼ, V = 2.8 V, I = 0.06 A
 V = 0.06 A X 50 ῼ = 3 V  I = (2.8  V)/50ῼ = 0.06 A
% KSR =  |( 3- 2.8)V/(3 V)| X 100 %=6.67 % % KSR =  |((0.06-0.06) A)/(0.06 A)| X 100 %=0 %
 Lampu2, R= 40 ῼ, V = 2.25 V, I = 0.06 A
 V = 0.06 A X 40 ῼ = 2.4 V  I = (2.25  V)/(40 ῼ) = 0.06 A
% KSR =  |( 2.4 - 2.25)V/(2.4 V)| X 100 %=6.75 % % KSR =  |((0.06-0.06) A)/(0.06 A)| X 100 %=0 %
 Lampu3, R= 70 ῼ, V = 3.9 V, I = 0.06 A
 V = 0.06 A X 70 ῼ = 4.2 V  I = (3.9  V)/70ῼ = 0.06 A
% KSR =  |( 4.2 – 3.9)V/(4.2 V)| X 100 %=7.14 % % KSR =  |((0.06-0.06) A)/(0.06 A)| X 100 %=0 %

DATA 3.  V = I X R ,   I =  V/R
 Lampu1, R= 10 ῼ, V = 1.125 V, I = 0.11 A
 V = 0.11 A X 10 ῼ = 1.1 V  I = (1.125  V)/10ῼ = 0.06 A
% KSR =  |( 1.1- 1.125)V/(1.1 V)| X 100 %=2.27 % % KSR =  |((0.06-0.06) A)/(0.06 A)| X 100 %=0 %
 Lampu2, R= 50 ῼ, V = 5.6 V, I = 0.11 A
 V = 0.11 A X 50 ῼ = 5.5 V  I = (5.6  V)/50ῼ = 0.06 A
% KSR =  |( 5.5-5.6)V/(5.5 V)| X 100 %=1.8 % % KSR =  |((0.06-0.06) A)/(0.06 A)| X 100 %=0 %
 Lampu3, R= 20 ῼ, V = 2.25 V, I = 0.11 A
 V = 0.11 A X 20 ῼ = 2.2 V  I = (2.25  V)/(20 ῼ) = 0.06 A
% KSR =  |( 2.2- 2.25)V/(2.2  V)| X 100 %=2.27 % % KSR =  |((0.06-0.06) A)/(0.06 A)| X 100 %=0 %

DATA 4.  V = I X R ,   I =  V/R
 Lampu1, R= 80 ῼ, V = 3 V, I = 0.04 A
 V = 0.04 A X 80 ῼ = 3.2 V  I = (3  V)/80ῼ = 0.04 A
% KSR =  |( 3.2- 3)V/(3.2  V)| X 100 %=6.25 % % KSR =  |((0.04-0.04) A)/(0.04 A)| X 100 %=0 %
 Lampu2, R= 90 ῼ, V = 3.375 V, I = 0.04 A
 V = 0.04 A X 90 ῼ = 3.6 V  I = (3.375  V)/90ῼ = 0.04 A
% KSR =  |( 3.6- 3.375)V/(3.6  V)| X 100 %=6.25 % % KSR =  |((0.04-0.04) A)/(0.04 A)| X 100 %=0 %
 Lampu3, R= 70 ῼ, V = 2.265 V, I = 0.04 A
 V = 0.04 A X 70 ῼ = 2.8 V  I = (2.265  V)/70ῼ = 0.04 A
% KSR =  |( 2.8- 2.265)V/(2.8  V)| X 100 %= % % KSR =  |((0.04-0.04) A)/(0.04 A)| X 100 %=0 %

DATA 5.  V = I X R ,   I =  V/R
 Lampu1, R= 10 ῼ, V = 2.25 V, I = 0.22 A
 V = 0.22 A X 10 ῼ = 2.2 V  I = (2.25  V)/10ῼ = 0.22 A
% KSR =  |( 2.2- 2.25)V/(2.2  V)| X 100 %=2.27 % % KSR =  |((0.22-0.22) A)/(0.22 A)| X 100 %=0 %
 Lampu2, R= 20 ῼ, V = 4.5 V, I = 0.22 A
 V = 0.22 A X 20 ῼ = 4.4 V  I = (4.5  V)/20ῼ = 0.22 A
% KSR =  |( 4.4 – 4.5)V/(4.4  V)| X 100 %=2.27 % % KSR =  |((0.22-0.22) A)/(0.22 A)| X 100 %=0 %
 Lampu3, R= 10 ῼ, V = 2.25 V, I = 0.22 A
 V = 0.22 A X 10 ῼ = 2.2 V  I = (2.25  V)/10ῼ = 0.22 A
% KSR =  |( 2.2- 2.25)V/(2.2  V)| X 100 %=2.27 % % KSR =  |((0.22-0.22) A)/(0.22 A)| X 100 %=0 %

Tabel 4. Rangkaian parallel

DATA 1.  V = I X R ,   I =  V/R
 Lampu1, R= 20 ῼ, V = 8.9 V, I = 0.45 A
 V = 0.45 A X 20 ῼ = 9 V  I = (9 V)/20ῼ = 0.45 A
% KSR =  |( 9 – 8.9)V/(9  V)| X 100 %=1.1 % % KSR =  |((0.45-0.45) A)/(0.45 A)| X 100 %=0 %
 Lampu2, R= 20 ῼ, V = 8.9 V, I = 0.45 A
 V = 0.45 A X 20 ῼ = 9 V  I = (9 V)/20ῼ = 0.45 A
% KSR =  |( 9 – 8.9)V/(9  V)| X 100 %=1.1 % % KSR =  |((0.45-0.45) A)/(0.45 A)| X 100 %=0 %
 Lampu3, R= 10 ῼ, V = 8.9 V, I = 0.9 A
 V = 0.9 A X 10 ῼ = 9 V  I = (9 V)/10ῼ = 0.9 A
% KSR =  |( 9 – 8.9)V/(9  V)| X 100 %=1.1 % % KSR =  |((0.9-0.9) A)/(0.9 A)| X 100 %=0 %

DATA 2.  V = I X R ,   I =  V/R
 Lampu1, R= 40 ῼ, V = 8.9 V, I = 0.22 A
 V = 0.22 A X 40 ῼ = 8.8 V  I = (8.8 V)/40ῼ = 0.22 A
% KSR =  |( 8.8 – 8.9)V/(8.8  V)| X 100 %=1.1 % % KSR =  |((0.22-0.22) A)/(0.22 A)| X 100 %=0 %
 Lampu2, R= 20 ῼ, V = 8.9 V, I = 0.45 A
 V = 0.45 A X 20 ῼ = 9 V  I = (9 V)/20ῼ = 0.45 A
% KSR =  |( 9 – 8.9)V/(9  V)| X 100 %=1.1 % % KSR =  |((0.45-0.45) A)/(0.45 A)| X 100 %=0 %
 Lampu3, R= 10 ῼ, V = 8.9 V, I = 0.9 A
 V = 0.9 A X 10 ῼ = 9 V  I = (9 V)/10ῼ = 0.9 A
% KSR =  |( 9 – 8.9)V/(9  V)| X 100 %=1.1 % % KSR =  |((0.9-0.9) A)/(0.9 A)| X 100 %=0 %

DATA 3.  V = I X R ,   I =  V/R
 Lampu1, R= 90 ῼ, V = 8.9 V, I = 0.10 A
 V = 0.10 A X 90 ῼ = 9 V  I = (9 V)/90ῼ = 0.1 A
% KSR =  |( 9 – 8.9)V/(9  V)| X 100 %=1.1 % % KSR =  |((0.1-0.1) A)/(0.1  A)| X 100 %=0 %
 Lampu2, R= 20 ῼ, V = 8.9 V, I = 0.45 A
 V = 0.45 A X 20 ῼ = 9 V  I = (9 V)/20ῼ = 0.45 A
% KSR =  |( 9 – 8.9)V/(9  V)| X 100 %=1.1 % % KSR =  |((0.45-0.45) A)/(0.45 A)| X 100 %=0 %
 Lampu3, R= 70 ῼ, V = 8.9 V, I = 0.13 A
 V = 0.13 A X 70 ῼ = 9 V  I = (9 V)/70ῼ = 0.13 A
% KSR =  |( 9 – 8.9)V/(9  V)| X 100 %=1.1 % % KSR =  |((0.13-0.13) A)/(0.13 A)| X 100 %=0 %

DATA 4.  V = I X R ,   I =  V/R
 Lampu1, R= 30 ῼ, V = 8.9 V, I = 0.30 A
 V = 0.30 A X 30 ῼ = 9 V  I = (9 V)/30ῼ = 0.3 A
% KSR =  |( 9 – 8.9)V/(9  V)| X 100 %=1.1 % % KSR =  |((0.3-0.3) A)/(0.3  A)| X 100 %=0 %
Lampu2, R= 50 ῼ, V = 8.9 V, I = 0.18 A
 V = 0.18 A X 50 ῼ = 9 V  I = (9 V)/50ῼ = 0.18 A
% KSR =  |( 9 – 8.9)V/(9  V)| X 100 %=1.1 % % KSR =  |((0.18-0.18) A)/(0.18 A)| X 100 %=0 %
 Lampu3, R= 40 ῼ, V = 8.9 V, I = 0.22 A
 V = 0.22 A X 40 ῼ = 8.8 V  I = (8.8 V)/40ῼ = 0.22 A
% KSR =  |( 8.8 – 8.9)V/(8.8  V)| X 100 %=1.1 % % KSR =  |((0.22-0.22) A)/(0.22 A)| X 100 %=0 %

DATA 5.  V = I X R ,   I =  V/R
 Lampu1, R= 50 ῼ, V = 8.9 V, I = 0.18 A
 V = 0.18 A X 50 ῼ = 9 V  I = (9 V)/50ῼ = 0.18 A
% KSR =  |( 9 – 8.9)V/(9  V)| X 100 %=1.1 % % KSR =  |((0.18-0.18) A)/(0.18 A)| X 100 %=0 %
 Lampu2, R= 70 ῼ, V = 8.9 V, I = 0.13 A
 V = 0.13 A X 70 ῼ = 9 V  I = (9 V)/70ῼ = 0.13 A
% KSR =  |( 9 – 8.9)V/(9  V)| X 100 %=1.1 % % KSR =  |((0.13-0.13) A)/(0.13 A)| X 100 %=0 %
 Lampu3, R= 10 ῼ, V = 8.9 V, I = 0.9 A
 V = 0.9 A X 10 ῼ = 9 V  I = (9 V)/10ῼ = 0.9 A
% KSR =  |( 9 – 8.9)V/(9  V)| X 100 %=1.1 % % KSR =  |((0.9-0.9) A)/(0.9 A)| X 100 %=0 %


F.      PEMBAHASAN

Pada praktikum Konstruksi rangkaian DC pertama tama kami melakukan percobaan terhadap sifat konduktor dari suatu benda.percobaan ini dilakkukan dengan cara memberi hubungan pendek pada sebuah lampu melalui benda atau bahan yang akan diuji. Pada perobaan pertama dilakukan percobaan terhadap kertas. Kertika rangkaian dihubungkan lampu sama sekalai tidak menyala. Maka dapat diketahui bahwa uang kertas bersifat isolator. Selanjut kami melakukkan percobaan pada klip kertas. Pada percobaan kalai ini kamin mendapati lampu menyala sehingga dapat disimpukkan bahwa klipkertas bersifat konduktor. Begitu seterusnya terhadap uang logam penghapus da anjing. Dengan hasil berturut turut  menyala, tidak menyala,tidak meyala.

Selajutnya kami melakukkan percobaan terhadap sifat rangkaian terhadap sakla. Pada percoaan ini kami lakukan dengan menghubungkkan lampu terhadap sumber teganagn melalui sebuah saklar. Ketiaka saklar terbka kami dapati bahwa lamu tidak menyala. Dan ketika saklar tertutup kamai mandapati bahwa lampunya menyala.

Percobaan selanjutnya yaitu mengamati besar teganag dan arus pada rangkaian seri. Pada percoabaan ini kami merakit suatu rangakain yang terdiri dari beberapa lampu yang tersusun seri setiap  lampu mamiliki impedansi yang berbeda beda. Darai percobaan ini kami mendapati bahwa lampu dengan nilai impedansi tertinggi adalah lampu yang paling terang dan ini sesuai dengan hukum pembagi tegangan. Namunarus di tiap-tiap lampu yang mengalir adalh sama

Pada percobaan berikutnya adalah melakukkan percobaan terhadap tergangan dan arus pada rangkaian paraler. Pada rangkaian paaralar besar tengan di tiap lampu adalah sma. Sedangkkan besar arus yang mengalir di lampu berbebada beda. Lampu dengan impedasi terkecillah yang memiliki arus paling besar.



G.    KESIMPULAN

1.      Bahan yang bersifat konduktor diantaranya : klip kertas, uang logam

Bahan yang bersifat isolator diantaranya : uang kertas, penghapus, anjing.

2.      Pada keadaan saklar terbuka lampu akan mati.

Pada keadaan saklar tertutup lampu akan menyala.

3.      Pada rangkaian seri keadaan untuk tiap lampu nyalanya dipengaruhi oleh tahanannya semakin besar tahanan lampu nyala lampu akan semakin terang.

4.      Pada rangkaian parallel keadaan untuk tiap lampu nyalanya dipengaruhi oleh tahanannya semakin besar tahanan lampu nyala lampu akan semakin redup.



DAFTAR PUSTAKA



Herman dan asisten LFD. 2015. Penuntun Praktikum Fisika Dasar 2. Makassar: Unit Laboratorium Fisika Dasar. Makasar : Universitas Negeri Makassar

Serway, A Raymond dan John W.Jewett, 2010.Fisika Untuk Sains dan Teknik Edisi Keenam Jilid 2. Jakarta: Salemba Teknika

Tippler, Paul A. 2001. Fisika Untuk Sains dan Teknik Edisi ketiga jilid 2. Jakarta: Erlangga

Young, Hugh D. dan Roger A. Freedman.1999. Fisika Universitas Edisi Kesepuluh Jilid 2. Solo: Erlangga.

Young, Hugh D dan Roger A. Frieedman, 2004. Fisika Universitas Edisi Kesepuluh Jilid 2. Jakarta: Erlangga



SALAM GENERASI PERUBAHAN Hafiz Hisbullah

Comments

Yang Mungkin Anda Suka

Sistem Kerja Mesin Fotocopy

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Dokumen merupakan salah satu sarana yang sangat penting bagi kehidupan manusia diera modern ini. Meskipun perkembangan teknologi dari masa ke masa terus mengalami perkembangan yang sangat signifikan, semisal laptop, internet dan teknologi informasi lainnya.Sarana dokumen masih menjadi sarana yang sangat vital untuk berlangsungnya kehidupan. Daridunia sekolah, kampus, dan perkantoran pun masih menggunakan dokumen sebagai kebutuhanmereka sehari-hari.